Rabu, 07 April 2010


PENDAHULUAN


MATERIAL : Adalah segala sesuatu yang kita gunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Contoh : Untuk Pembuatan Produk.

Pembagian Material :
METAL
Contoh : Baja, Al, Kuningan, Cu, dll.

MATERIAL POLIMER
Contoh : Plastik

KERAMIK
Adalah senyawa-senyawa anorganik yang diperoleh dengan perlakuan panas.
Keramik material-material yang tahan pada temperatur tinggi
Contoh : Tembikar

Keterangan : Polimer dan Keramik disebut pula bahan-bahan Non Metal.
Campuran antara metal, polimer dan keramik disebut dengan KOMPOSIT (Material Susun).
Komposit disebut juga dengan Materal Maju, karena dapat disesuaikan dengan keinginan.

Komposit merupakan gabungan dari beberapa material yang dapat didisain sesuai keinginan.
Contoh : MMC (Metal Matrix Composite)
FRP (Fiber Reinffored Plastic)
Arall

Kelompok Metal banyak digunakan dalam bidang Konstruksi.
Kelompok Komposit banyak digunakan dalam bidang industry Pesawat Terbang.

Catatan : Dalam penggunaanya, yang dimanfaatkan dari material adalah SIFAT-SIFATNYA (Properties).








SIFAT-SIFAT MATERIAL

Sifat-sifat material :
SIFAT FISIK (Physical Properties)
Adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh material tersebut ,“inherent”, atau merupakan ciri khas material tersebut.
Contoh : - Titik Cair - Panas Jenis
Masa Jenis - Konduktivitas Panas
Tahanan Listrik - Ketahanan Korosi
Ketahanan pada temperatur tinggi, dll.
Catatan : Jika kita ingin merubah ketahanan korosi suatu material, maka kita harus merubah sifat fisik material tersebut.

SIFAT MEKANIK (Mechanical Properties)
Adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan kelakuan (behavior) terhadap pembebanan mekanik.
Contoh : - Kekuatan (strength) - Kekerasan (hardness)
Ketangguhan (toughness) - Keuletan (Ductile)
Medulus Elastisitas - Ketahanan Lelah
Ketahanan Aus, dll.

SIFAT TEKNOLOGI (Engineering Properties)
Adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan kemudahan bahan untuk diproses atau mampu (ability) untuk diproses.
Contoh : - Mampu Cor (cast ability) - Mampu Las (weld ability)
Mampu Mesin (machine ability) - Mampu Bentuk (form ability)

Dilapangan tidak semua material memiliki sifat-sifat yang baik sesuai keinginan, sehingga untuk memperoleh material yang baik dapat dilakukan dengan cara memadukan material yang satu dengan yang lain, melalui proses perlakukan panas.
Catatan : Sifat-sifat material akan berubah jika temperatur berubah.
Sifat-sifat material dipengaruhi oleh :
Temperatur Kerja
Komposisi Kimia
Struktur Mikro, menyatakan konfigurasi/fasa. Jika fasa berubah sifat material berubah (bahasan selanjutnya).
Untuk mengetahui sifat-sifat bahan, maka harus dilakukan pengujian terhadap bahan. Dalam hal ini adalah pengujian material logam.
Secara umum pengujian logam dibagi menjadi 2 cara :
Pengujian yang tidak merusak, Non Distructive Test (NDT)
Pengujian yang merusak, Distructive Test (DT)
Evaluasi sifat-sifat logam difokuskan pada pengujian merusak pada Sifat Mekanik.
PENGUJIAN LOGAM

Untuk mengetahui sifat-sifat Mekanik, perlu dilakukan pengujian berdasarkan pembebanan mekanik.
Dari definisi diperoleh bahwa “beban mekanik” terdiri dari :
Beban Statik, beban yang tidak dipengaruhi oleh waktu, artinya beban yang bekerja tetap tidak berubah.
Beban Dinamik, beban yang berfluktuasi, berubah-ubah, terhadap waktu.
Sifat-sifat mekanik dievaluasi berdasarkan ke dua beban tersebut, dan atas dasar jenis beban tersebut maka dapat dikelompokkan beberapa jenis pengujian, yaitu :

PENGUJIAN BEBAN STATIK :
Uji Tarik (Tensile Test)
Uji Tekan (Compressive Test)
Uji Puntir (Torsion Test)
Uji Lentur (Bending Test)
Uji Keras (Hardness Test)
Uji Impact (Impact Test)
Uji Mulur, : - Pada temperatur kamar, Creep Test.
- Pada temperatur tinggi, Stress Rupture Test.

PENGUJIAN BEBAN DINAMIK :
Uji Lelah (Fatique Test)

Dalam praktek pengujian didasarkan pada 2 kriteria :
Memilih jenis pengujian mana yang memberikan lebih banyak informasi tentang sifat material
Berdasarkan tuntutan disain.
















UJI TARIK (TENSILE TEST)
Tujuan : Untuk melihat respon bahan terhadap beban tarik. Artinya kita harus dapat mengamati apa yang terjadi pada Bahan (specimen) apabila material tersebut dibebani dengan beban tarik.
Pelaksanaan : Dilakukan pada suhu kamar, karena pada temperatur kamar mudah untuk dilakukan.
Alat Uji : Mesin Uji Tarik (Tensile Testing Machine)
Fungsi Mesin Uji Tarik :
Harus mampu memberikan beban tarik
Harus mampu mencatat pertambahan panjang yang terjadi akibat adanya beban tarik.

Bentuk-Bentuk Benda Uji / Specimen :
Bentuk benda uji secara umum dibagi menjadi 2 jenis :
Pelat
Profil : - Rod,
Profil I,
Profil C, dikategorikan ke dalam Plat.
Profil L,

Bentuk benda Uji Rod Bentuk Benda Uji Plat




















Jika specimen dari plat, maka specimen tersebut harus sejajar dengan arah pengerolan plat, karena pengerolan akan menghasilkan harga yang maximum.

Rasio perbandingan Lo terhadap do, disebut Rasio Kerampingan (Slenderness Ratio)
Lo/do=5 ……………………………………….. Slenderness Ratio

Prinsip Pengujian :
Pengujian dilakukan sampai benda kerja putus
Jika specimen putus, harus berada pada daerah Panjang Uji (Lt)
Selama Pengujian Tarik berlangsung, volume = konstan, dan dianggap luas penampang benda uji konstan (A=c)

Mekanisme Pengujian :

Setiap ada beban senantiasa ada penambahan panjang sebesar L.
Jika gaya (F) semakin besar maka L semakin besar pula. Dari kenyataan ini maka mesin Uji Tarik akan mencatat hubungan antara gaya dan pertambahan panjang (F dan L) dalam bentuk diagram.

Catatan : Pemberian beban harus sedemikan rupa sehingga pemberian beban serendah mungkin, dengan maksud criteria static dapat dipenuhi.


Dari Diagram F - ∆L yang dihasilkan, terdapat dua jenis segmen garis :
Segmen garis Linear
Segmen garis tidak Linear (curvature)

Dalam praktek, diagram tarik ini hasilnya berbeda-beda untuk setiap logam, sehingga kita dapat membedakan mana logam yang ulet (ductile) mana logam yang getas (brittle).

Interprestasi : Sepanjang hubungan linear maka setiap pembebanan akan menghasilkan perubahan temporer / sementara atau mengalamai “Deformasi Elastis”.

Artinya, benda uji bertambah panjang selama beban diterapkan, jika beban dihilangkan benda uji kembali ke bentuk semula.
 Makin besar F, maka ∆L makin besar.

Batas maksimum dimana hubungan F dan ∆L linear dikenal dengan titik P (proporsional).
∆L yang bersifat sementara disebut dengan “∆L elastis”.

Jika pembebanan terjadi diatas titik P, maka pada saat beban F dihilangkan, ∆L bersifat tetap.






Panjang specimen setelah ditarik sampai dengan titik x, dan setelah beban dihilangkan menjadi :

Dari diagram F - L, belum terbaca sifat logam yang diuji.

Agar sifat logam yang di uji dapat dibaca, diagram F - L harus diubah menjadi diagram  - e (Tegangan – Regangan).

Dimana :
σ= F/Ao σ = Tegangan Tarik (Kg/mm2)
Ao = Luas penampang awal
e= ∆L/Lo e = regangan
Lo = Panjang

Kesimpulan :
Diagram -e mirip dengan diagram F-L

Alasan diubah ke dalam bentuk diagram -e karena erat hubungan dengan harga L/do = 5.

Pembacaan Sifat Material

Didaerah Elastic (hubungan -e linear)



 = E.e, dimana : E = tg. = Modulus Elastisitas

 = E.e,--------------- Hukum HOOKE
(Hukum Hooke hanya bekerja di daerah Elastis)


e
Hubungan Modulus Elastisitas (E) dengan sifat material :
E dipakai sebagai ukuran KEKAKUAN (RIGIDITY)
Artinya : Makin besar  berarti material yang di uji makin kaku ( >> E)
Makin kecil  berarti material yang di uji tidak kaku (E<<)


Pada kenyataannya titik P bukan batas elastis. Pada beberapa diagram dapat dilihat pada umumnya batas elastis sulit ditentukan dan tertletak diatas titik P.
Untuk mengatasinya adalah dengan beberapa kriteria :
Jika batas elastis tidak dapat ditentukan, maka dibuat suatu batas dengan metode yang disebut METODA OFF-SET. Pengganti batas elastis adalah suatu beban dimana jika beban tersebut dihilangkan maka benda kerja akan mengalami perpanjangan tetap sebesar 0,2% dari panjang semula (0,2% x Lo)
Misal : Lo = 10 cm = 100 mm
∆L = 0,2 % . Lo
= 0,2 % . 100
= 0,2 mm















Semua bahan-bahan / produk yang dihasilkan, pembuatannya harus berada dibawah batas elastis (dalam daerah elastis).

Titik U menunjukkan beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh benda kerja, juga menyatakan Kekuatan Tarik logam yang bersangkutan.
Dalam praktek harga yang ada adalah : u, y, E.

Hubungan regangan (e) dengan Sifat Material :
Jika e semakin besar, maka material tersebut adalah material Ulet (ductile).
Jika e semakin kecil maka material tersebut adalah semakin getas (brittle).

Arti luas di bawah kurva :

Besar kecilnya luas dibawah kurva menunjukkan ukuran ketangguhan (TOUGHNESS), yaitu besarnya energy yang diperlukan untuk mematahkan specimen. Makin besar kurva, maka energy yang diperlukan untuk mematahkan specimen semakin besar yang berarti material ulet.

JIka harga e diatas 200% maka material tersebut disebut material Super Plastik.
Jika pembebanan diberikan disebelah kiri u (sebelum titik u), maka pada benda kerja terjadi perubahan Homogen (Uniform), kemudian pada saat mencapai titik U (ultimate), pada saat itu terjadi perubahan yang tidak homogen (Terjadi perubahan setempat).
Jika Af sangat kecil, maka matrial Ulet
Jika Af sangat besar, maka material getas
Sehingga, pengecilan penampang, , (Reductioan of Area) :

φ= (Ao-Af)/Ao x 100%
 Kecil, berarti material Ulet
 Besar, berarti material getas.
Sifat material dapat dilihat dari harga e, ketangguhan dan 
Dalam penggunaan praktek pembebanan yang diberikan terhadap komponen mesin harus senantiasa berada dibawah batas luluh. Dengan demikian pembebanan yang berada didaerah elastis, yang didefinisikan sebagai Tegangan Boleh (b), allowable stress.
 = σu/n < y ---------------------------------- n = Faktor keamanan statik
Kurva  - e teknis, dengan assumsi A = konstan selama proses penarikkan.
Tetapi, jika diperhitungkan terhadap A sebenarnya maka akan diperoleh kurva  - e sebenarnya.

tr =  (1 + e)
 = ln (1+e)
Jika dikaitkan dengan persamaan matematika, maka diagram tr- memenuhi persamaan alir :
 = K.n n = koefisien kerasregan
(Strain hardening coef.)
Pada daerah elastis, n = 1
Pada titik Ultimate, n = 
Pada hk Hooke berlaku hanya pada daerah elastis.
Pada daerah plastis harga n berkisar 0 ~ 1.

Fenomena-fenomena pada saat Uji Tarik berlangsung.
Jika specimen berbentuk Pelat di uji tarik, selama proses penarikkan terutama setelah melewati y, maka akan terlihat garis slip.

Hal ini menunjukkan bahwa jika suatu material dibebani diatas y maka akan terjadi deformasi plastis (perubahan yang tetap) dengan mekanisme Geser (Shear).

Jika melakukan uji tarik, ditarik sampai y kemudian F dilepaskan, maka akan diperoleh perpanjangan yang sifatnya plastis.
Jika dari kondisi ini specimen tersebut ditarik kembai maka y akan naik.
Besar kecilnya y sangat tergantung pada besar kecilnya deformasi plastis yang dialami oleh benda kerja. Kenaikkan y akan diikuti pula oleh kenaikkan kekerasan bahan tersebut.
Fenomena ini disebut STRAIN HARDENING


Jika suatu specimen diuji tarik sampai beban diatas y, kemudian beban dilepas lalu tekan kemudian ditarik kembali sampai membentuk LOOP, hal ini di sebut HYSTERESIS.
Jika suatu bahan kurva Hysteresis besar/luas, berarti material tersebut memiliki daya redam yang baik.


Dari permukaan patah (fracture area) specimen uji akan dapat terlihat bentuk patahan ulet (ductile fracture) dan patahan getas (brittle fracture).


































UJI KERAS (HARDNESS TEST)
Tujuan : Untuk mengevaluasi kekerasan suatu logam / material
Dilakukan dengan 3 cara :
Cara Perbandingan / Goresan
Cara Dinamik
Cara Penekanan / Penusukan
Cara Perbandingan / Goresan
Uji keras dengan cara ini dilakukan dengan jalan menggoreskan logam satu dengan yang lain, dan benda kerja yang tergores disebut benda kerja yang lebih lunak.
Kemudian cara ini ditabelkan oleh MOHS dengan harga 1 ~ 10.
Skala Mohs 1 = Material sangat lunak (Talk)
Skala Mohs 4 ~ 8 = untuk kekerasan logam
Skala Mohs 10 = Material sangat keras (Intan)
Skala Mohs ini banyak dipakai dalam bidang Geologi, Geodesi dll.
Skala Mohs tidak pernah dipakai dalam bidang teknik mesin karena variasi kekerasan yang sangat sempit.
Cara Dinamik
Cara ini menggunakan prinsip tumbukkan (Collision).
Prinsip : Bola baja dijatuhkan dari ketinggian tertentu sehingga menumbuk permukaan specimen, akibat tumbukan bola baja akan terpantul kembali.
Tinggi rendahnya pantulan menunjukkan kekerasan suatu logam.
Jika pantulan tinggi berarti material keras atau sebaliknya.

Alat uji ini disebut SHORE SCLEROSCOPE
Pengujian dengan cara ini dilakukan berulang-ulang ditempat yang berbeda pada specimen.
Ketelitian pengukuran sangat bergantung pada :
Banyak sedikitnya pengujian
Kebersihan permukaan
Kekasaran permukaan
Kerataan permukaan
(Sumbu bola jatuh harus tegak lurus pada permukaan specimen)

Cara ini banyak dipakai dalam praktek untuk mengukur logam yang sedang berfungsi. Juga dapat dipakai dalam perawatan (masuk toleransi) karena alat sangat sederhana.


Cara Penekanan / Penusukkan
Metoda BRINELL
Prinsip : Dengan menerapkan penetrator / penekan berupa bola baja dengan diameter, D, terhadap benda kerja yang akan di uji kemudian ditekan.
Uji Brinell memilih besarnya beban penekan, P, sedemikian sehingga pada permukaan benda kerja diperoleh bekas penekanan.










Besarnya P harus melebihi y dari benda kerja.
Dengan kenyataan ini tujuan uji keras menjadi suatu cara untuk mengetahui ketahanan material terhadap deformasi Plastis.
Hal-hal yang distandarkan dalam uji keras Brinell :
Kekerasan Bola Baja
Harga beban P. (kg)  Untuk bahan baja P = 30.D2
 Untuk bahan non baja P = 5.D2
Dengan diameter D= 10mm, 7mm, 1,19mm

Harga kekerasan Brinell, HBN :

HBN = P/A (kg/mm2), P = beban (kg)
A = Luas Penampang (mm2)


HBN = P/(πD/2 [D-√((D^2-d^2 ) )] ) ,

D = Diamater Bola Baja (mm)
d = Diamater bekas penekanan

Dari persamaan HBN, terlihat harga kekerasan Brinell memiliki satuan yang sama dengan kekuatan Tarik. Antara kekerasan dan kekuatan tarik erat hubungannya, yaitu jika material kuat berarti kekerasan tinggi.
Untuk baja berlaku hubungan : u = 0,3 HBN


Kelemahan Uji Brinell :

Uji Brinell tidak bisa dipakai untuk mengukur material-material yang sangat keras (diatas 400 HBN) karena bola baja akan mengalami FLATTENING.

Uji Brinell tidak dapat mengukur material yang sangat lunak, karena akan menimbulkan aliran material disekitar benda kerja disekeliling penetrator.


Metoda VICKERS
Prinsip : Sama dengan prinsip pengukuran cara Brinell, hanya penetrator yang digunakan berupa Piramid Intan dengan sudut puncak 136o.








d = (d1+d2)/2


Harga kekerasan Vickers, HVN :
HVN = P/A (kg/mm2), A = Luas Penampang, mm2
A = d^2/(2 sin⁡〖〖68〗^o 〗 ) = d^2/(2 .0,92)
P = Gaya penekanan, kg
d = Diameter rata-rata bekas penekanan, mm
Maka : HVN = 1,8 P/d^2

Dengan bentuk penetrator ini maka beban yang diuji dapat divariasikan dengan skala mikro sampai makro.

Beban P, yang termasuk skala mikro : 25 gr, 50 gr, 100 gr
Beban P, yang termasuk skala makro : beban diatas 100 gr, max 100 kg.
Cara pengukuran yang mirip dengan cara Vickers adalah KNOOP.
Perbedaannya adalah pada penetratornya. Penetrator Knoop mempunyai bidang alas Belah Ketupat.

HKN = 1,5 P/d^2 kg/mm2

Baik Vickers maupun Knoop pengukuran kekerasan hanya dilakukan di laboratorium, dan permukaan yang akan diuji harus bersih, halus betul-betul rata.

Metoda ROCKWELL
Pada uji keras Rockwell digunakan 2 jenis pembebanan :
Beban Minor (10 kg)
Beban Mayor ( 60 kg, 100 kg, 150 kg), tergantung pada skala Rockwell dan penetrator yang dipakai.
Pada prinsipnya kekerasan Rockwell adalah merupakan perbedaan kedalaman akibat pembebanan Mayor dan Minor.

Pada uji keras Rockwell skala yang dipakai adalah skala:
Skala A (HRA), Skala B (HRB), Skala C (HRC) ……………..Skala N (HRN)
Dalam ilmu logam uji keras Rockwell banyak menggunakan skala A, B dan C.
Skala A (HRNA)
Beban Minor : 10 kg
Beban Mayor : 60 kg
Penetrator : Kerucut Intan, sudut puncak 120o
Penggunaan : Logam-logam yang keras
Skala B (HRNB)
Beban Minor : 10 kg
Beban Mayor : 100 kg
Penetrator : Bola Baja, diameter D = 1/16”
Penggunaan : Logam-logam yang lunak
Skala C (HRNC)
Beban Minor : 10 kg
Beban Mayor : 150 kg
Penetrator : Kerucut Intan
Penggunaan : Logam-logam yang keras hasil hasil perakukan panas


UJI IMPACT (IMPACT TEST)
Tujuan : Untuk mengevaluasi bahan jika mendapat pembebanan tiba-tiba. Suatu material akan mengalami patah getas / patah ulet akibat pembebanan yang tiba-tiba. Pembebanan yang tiba-tiba dapat diartikan sebagai suatu pembebanan dengan kecepatan regang yang tinggi.
Prinsip : Menggunakan prinsip bandul (pendulum)
Bandul dengan berat mg dibenturkan terhadap benda kerja sampai patah.











Ukuran / Bentuk Benda Kerja :

Bentuk Notch
yang umum :


Bentuk Notch
yang lain :

a, b, c = standard
55, 10, 10,7

Posisi benda kerja terhadap datangnya bandul menentukan jenis metoda Uji Impact. Terdapat 2 jenis metoda Uji Impact, yaitu :

Metoda IZOD (dari Inggris) 2. Metoda CHARPY (dari Amerika)
Posisi specimen berdiri posisi specimen horizontal








Besarnya usaha yang digunakan untuk mematahkan specimen adalah :
U = mg (h-h’)
Jika  sangat besar maka bandul setelah mematahkan specimen akan terus bergerak sehingga diperoleh ketinggian h’.
Jadi Harga Impact (HI) pada suatu bahan adalah :

HI= U/A dimana : U = Usaha
A = Luas Penampang dibawah takikan (b x c)

Jika HI besar maka bahan tersebut dikelompokkan sebagai bahan Ulet, sedangkan jika HI kecil maka bahan dikelompokkan bahan Getas.

Keuletan atau kegetasan suatu bahan dapat dilihat dari hasil Uji Tarik dengan melihat harga Elongation (pengecilan penampang). Dismping itu HI erat kaitannya dengan Usaha yang dipakai untuk mematahan specimen. HI dapat pula diperkirakan denga harga ketangguhan suatu bahan (toughness) yang diperoleh dari hasil Uji Tarik.

Uji Impact dapat dilakukan pada rentang Temperatur, T, yang berbeda-beda.

Semakin besar temp., maka HI semakin besar  Material Ulet.
Semakin kecil temp., maka HI kecil
 Material Getas.
Semakin material akan berubah dari ulet menjadi getas, jika temperatur berubah-ubah dari tinggi kerendah.

Suatu rentang temperature, dimana HI-nya berubah drastic disebut TEMPERATUR TRANSISI. Dalam praktek penggunaan suatu bahan pada suatu temperatur harus senantiasa diatas Temperatur Transisi agar material tidak berubah-ubah menjadi getas

Ada beberapa jenis material yang tidak mempunyai Temperatur Transisi, mislnya Baja Carbon tahan karat Austenitik dan alumunium.
Material yang tidak mempunyai Temp. Transisi dapat digunakan pada temperature yang sangat rendah.
Material yang dapat dipakai pada temperature rendah disebut CRYOGENIC, sehingga keuletannya tetap.

Pengujian HI pada beberapa literature di sebut dengan Uji Tarik (Notch). Notch digunakan agar pada Takikan tersebut terjadi konsentrasi tegangan yang tinggi sehingga jika material patah akan terjadi pada bagian berkonsentrasi tinggi.
UJI MULUR
Uji mulur jika dilakukan pada temperature kamar disebut CREEP TEST, jika dilakukan pada temperature tinggi disebut STRESS RUPTURE TEST.

Prinsip : Benda kerja dibebani oleh suatu beban yang konstan sehingga benda kerja tersebut akan bertambah panjang. Pengujian dilakukan sampai benda kerja putus.














Keterangan :
Bagian I : Perpanjangan sesaa (instantaneous elongation)
Pepanjangan ini diperoleh setelah Benda Kerja dibeban oleh Beban F
Bagian II : Daerah kecepatan regang (kecepatan perpanjangan) yang dilakukan.
Artinya dengan adanya beban tadi akibat bertambah panjang, dan luas penampang mengecil, maka tegangan yang terjadi pada benda kerja membesar akibatnya perpanjangan bertambah panjang
Bagian III : Daerah Stedy state
Dimana kecepatan perpanjangan sebanding dengan naiknya kekerasan. Pada akhir steady state ( C ), penampng benda kerja sudah kecil sehingga masuk ke bagian IV. Kecepatan perpanangan menjadi lebih tinggi karena sudah tidak dapat diatasi oleh kenaikkan kekerasan dan akhirya putus di titik F.
Uji Creep memakan waktu, t, yang lama tergantung besar-kecilnya gaya F.

Catatan : Diagram atas (,,,), dapat dialami oleh satu material dengan 1 beban tetapi Temperatur, T, pengujian diubah-ubah.

Kesimpulan: Untuk komponen-komponen yang mengalami pembebanan yang tetap diusahakan agar pembebanan terjadi pada daerah Steady State. Material-material supaya tahan Creep harus memiliki “BUTIR” yang besar. Pengujian-pengujian seperti diatas adalah pengujian yang lazim dipergunakan, tetapi ada pula pengujian yang dilakukan secara khusus.
UJI LELAH
Uji Lelah menghubungkan antara beban () dengan jumlah siklus (N). (Jumlah dimana specimen putus)























Semua Pembebanan dibawah garis /Batas Lelah, maka material tidak akan patah. Dalam praktek semua pembebanan dinamis harus berada dibawah Batas Lelah (e), sehingga :
σ_b= σ_U/n< σ_e Dimana : n = Faktor kemanan dinamik
b = Allowable Strees / Tegangan Boleh

Beberapa cara penempatan Beban Dinamik :
Cara Vertikal : Cara Rotary Bending :
Berdasarkan cara pembebaban dinamik, maka jenis mesin uji lelah terbagi 2 :
Mesin Uji Lelah Vertikal
Mesin Uji Lelah Rotary Bending




Catatan :
Sifat-sifat logam terbagi 3 :
Sifat Fisik
Sifat Mekanik
Sifat Teknologi
Yang mendasari sfat-sifat logam adalah ‘ATOM’.



TEORI ATOM
Atom terdiri dari electron (e) yang bergerak mengelilingi inti pada lintasan tertentu. Dari teori ini maka dalam praktek ada jenis logam yang di magnet dan tidak dapat di magnet.
Inti suatu atom terdiri dari PROTON yang bermuatan Positif  dan NEUTRON yang bermuatan Netral sedangkan ELEKTRON bermuatan Negatif , sehingga dari perbedaan muatan ini timbul gaya tarik elektrostatik.
Pada hakekatnya suatu atom adalah netral, artinya bahwa jumlah proton = jumlah electron. Atas dasar ini didefinisikan nomor atom. Nomor atom dikaitkan dengan jumlah electron yang mengelilingi inti.
Massa suatu atom identik dengan massa inti, artinya massa electron dibanding dengan massa inti dapat diabaikan.
Makin banyak electron makin banyak lintasan. Maka atas dasar ini diturukan suatu teori KUANTUM yang menyatakan bahwa tiap-tiap lintasan memiliki energy tertentu, arah putaran tertentu (spin) dengan jumlah e tetentu dalam tiap-tiap lintasan.
Sifat-sifat atom diuraikan sebagai berikut :
Lintasan-lintasan yang paling bawah harus diisi terlebih dahulu sebelum lintasan lain diisi kecuali pada unsur-unsur transisi.
Jumlah e pada lintasan yang terluar menentukan sifat atom tersebut.
Atas dasar ini maka dikenal teori MENDEYEV. Oleh Mendeleyev sifat atom yang terluar ditabelkan yang dikenal dengan Daftar Periodik.
Unsur-unsur pada 1 golongan/kolom memiliki jumlah e dikulit terluar yang sama sehingga memiliki sifat-sifat yang sama pula.
Dari teori Oktet diketahui bahwa jumlah e dikulit terluar = 8. Unsur dengan jumlah e tersebut merupakan unsur stabil (gas Mulia).

Kesimpulan : Pada unsur-unsur yang reakif akan cenderung mengupayakan agar jumlah e dikulit terluar = 8, maka dengan demikian terjadi ikatan atom (atomic boundary). Yang membatasi upaya untuk memperoleh 8e antara ion adalah factor geometri (diameter atom).
Berdasarkan upaya untuk menjadi 8e dikulit terluar maka ikatan atom terdiri dari 2 jenis :
Ikatan Primer (Ikatan Kuat)
 Ikatan Ion
 Ikatan Kovalen
 Ikatan Logam
Ikatan Sekunder (Ikatan Lemah)
 Ikatan Van der Waals


IKATAN ION (IKATAN ELEKTROVALEN)
Adalah ikatan yang diakibatkan karena adanya gaya elektrostatis antar atom-atom yang bergerak.

Contoh : Na dengan Cl NaCl


11Na 1s2 2s22p6 3s1 Na+ 1s2 2s22p6 (8, stabil)

17Cl 1s2 2s22p6 3s23p5 Cl- 1s2 2s22p6 3s23p6 (8, stabil)

Na • + Cl Na+ + Cl -



11Na+ 17Cl- NaCl

Untuk stabil Na akan menyumbangkan 1e ke Cl, sehingga Cl bermuatan , sedangan Na akan bermuatan . Akibatnya antar muatan yang berinteraksi akan timbul gaya elektrostatik.
Material-material yang terbentuk karena ikatan ion akan merupakan bahan yang berbentuk Isolator (konduktivias listrik rendah), karena tidak ada electron bebas, seperti: Oksida dan Sulfida.
Sifat-sifat produk hasil ikatan Ion:  bersifat Isolator
Titik Cair tinggi (Tc, Al=660oC; Al2O3=1600oC)

IKATAN KOVALEN (IKATAN HOMO POLAR)
Adalah suatu ikatan yang terjadi akibat penggunaan e secara bersama-sama. Elektron yang dipakai dalam ikatan dapat melibatkan semua e yang ada alam ikatan disebut Ikatan Kovalen Penuh. Sedangkan jika salah satu e yang dipakai dalam ikatan disebut Ikatan Kovalen Tidak Penuh.

Contoh Ikatan Kovalen Penuh :
Intan : Hasil dari kumpulan (cluster) atom-atom yang berikatan satu dengan yang lain sehingga konfigurasi e kulit terluar = 8
Atom H : Untuk menjadi stabil harus memiliki konfigurasi e seperti atom He (meiliki 2e pada kulit terluar)

1H 1s1 + 1H 1s1 H2 (g)




Dalam beberapa literature ikatan seperti terjadi pada Hidrogen disebui Ikatan homogen. Pada ikatan Kovalen Penuh semua e digunakan dalam ikatan, maka hasil ikatan Kovalen Penuh juga berupa Isolator. Sifat ikatan sangat kuat, dalam pegertian fisik produknya selain memiliki Tc (titik cair) yang tinggi juga kekarasnnya tinggi (skala Mohs, Kekerasan Intan = 9).

Contoh Ikatan Kovalen Tidak Penuh :
Grafit, tersusun dari atom-atom C yang membentuk ikatan Kovalen tidak penuh, akibatnya :
Grafit akan menjadi konduktor pada arah dimana e tidak dipakai dalam ikatan.
Grafit kekuatanya turun pada arah dimana e tidak dipakai dalam ikatan.


IKATAN LOGAM
Umumya pada unsure-unsur Transisi, dimana e-nya dapat mengisi kulit terluar, meskipun jumlah e pada bagian dalam belum terisi Penuh.
Dengan demikian Ikatan Logam = Ikatan Kovalen, dimana melibatkan penggunaan e secara bersama-sama, tetapi karena adanya sifat Transisi maka sebagian e masih bebas bergerak.
Produk yang disusun dari ikatan Logam akan bersifat Konduktor, akan tetapi kekuatannya relative lebih kecil dari ikatan Ion dan Kovalen.

IKATAN VAN DER WAALS
Terjadi karena efek polarisasi, sehingga kekuatannya sangat lemah.
Timbulnya ikatan atom tidak lain agar konfigurasi e dikulit terluar memenuhi unsur-unsur gas Mulia. Dengan demikian setiap atom-atom disebelah kiri gas Mulia mengupayakan agar memperoleh konfigurasi seperti gas Mulia.
Dalam praktek atom-atom tersebut dapat mengikat atom-atom sejenis (H–H, Fe-Fe,...) atau dengan atom-atom yang tidak sejenis (C-O, C-H, …….). Dalam kaitan dengan karakter logam maka ikatan atom yang sejenis (Fe-Fe, ….) yang dipakai.
Jumlah atom yang diikat dibatasi oleh factor geometri. Jumlah bilangan yang mengelilingi atom yang bersangkutan disebut Bilangan Kordinasi (Ligarcy)
Khusus untuk Logam Bilangan Kordinasinya adalah 8 atau 12.


Lintasan e dikulit terluar yang bersinggungan (Diameter Atom).


Susunan Atom Logam

Dengan adanya ikatan atom dan aspek-aspek bilangan kordinasi, maka atom-atom logam dalam keadaan padat akan tersusun teratur.










Sifat Logam :  Bilangan Kordinasi, 8 atau 12
Susunan atom tertatur.

Panjang rusuk dan sudut antar rusuk merupakan parameter Latis. Jika atom-atomnya sejenis maka panjang rusuknya sama, maka sama dengan diameter atom.
Jika kotak 1, 2, 3 dan 4 sama, maka penggambaranya berupa KUBUS. Kubus ini di sebut SEL SATUAN (Satuan atom-atom yang terkecil dalam ruang).
Jenis-jenis Sel Satuan ada 7 :
Kubus 4. Ortokubic 7. Orthorombik
Hexagonal 5. Monoklic
Tetragonal 6. Triklinik

Karena bilangan kordinasi logam adalah 8 dan 12, maka tidak semua sel satuan diatas dimiliki oleh logam.
Bentuk sel satuan logam: KUBUS, HEXAGONAL dan TETRAGONAL


KUBUS (CUBIC)
Kubus Sederhana (Simple Cubic)
Sel satuan = 6 (Kisi tidak dimiliki oleh logam)
Panjang rusuk = a = D = Ø diameter atom (dalam Å, 1Å=10-8 cm)
Tidak memiliki Bidang Geser.











Jumlah Atom = 1 buah

Jumlah atom / V sel satuan = ⅛ x 8 = 1 buah
Memiliki 1 rongga


Kubus Pusat Dalam (Body Centre Cubic, BCC)











Perpotongan diagonal badan merupakan tempat kedudukan atom BCC ( ) yang memiliki 8 bilangan kordinasi.



Sifat BCC :
Bilangan Kordinasi = 8
Jumlah atom /VSS = 1+ ⅛ = 2 buah
Panjang rusuk (a) = 2/3 D√3
Memiliki 2 jenis rongga
Bidang geser = 6 buah
Sel satuan merupakan alat untuk mengidentifikasikan logam.
Unsur-unsur yang memiliki sel satuan BCC adalah Fe <910oC


Kubus Pusat Muka (Face Centre Cubic, FCC)















Sifat FCC :
Bilangan kordinasi 12
Jumlah atom/VSS = (⅛ x 8)+(½ x 6) = 4
Panjang rusuk (a) = 2 R√2 = D√2
Rongga : Oktahedral dan Tetrahedral
Bidang geser FCC = 12 buah


Sel satuan FCC memiliki bidang geser lebih banyak dari BCC. Sehingga logam-logam yang memiliki Sel Satuan FCC akan lebih mudah dibentuk (memiliki form ability yang lebih baik dari pada BCC).
Contoh : Fe 910o < T < 1350 oC
Al, Ni.
Unsur yang memiliki sel satuan lebih dari satu disebut POLITROPI.




HEKSAGONAL


Sel satuan Heksagonal pada hakekatnya mirip FCC.
Bilangan kordinasi = 12
Jumlah atom / VSS = 4

Yang membedakan FCC dengan Hexagonal adalah urutan susunan (stacking segmen) atom.

Sel satuan Heksagonal disebut sel satuan Heksagonal Susunan Rapat, HSR (Close Pocked Hexagonal, CHP)


Dari analisa terhadap sel satuan diperoleh :
Ukuran sel satuan (parameter latis), yaitu :
Panjang rusuk (a)
Jarak antar bidang (d)
Jari-jari atom (R), dalam Å
Ukuran dan jenis rongga
Adanya bidang geser

Untuk system logam murni suatu sel satuan disebut sempurna jika pada semua tempat kedudukan atom pada sel satuan terisi oleh atom yang bersangkutan.
Jika susunan atom seperti itu maka kekuatan logam tersebut adalah :
τ= G/2π



CARA –CARA MEMBERI INDEK PADA SEL SATUAN :

Sistem Kubus :










Cara memberi index ABEF :

Langkah yang dilakukan X Y Z
1 Tentukan titik potong bidang ABEF dengan garis sumbu 1 ~ ~
2 Tentukan harga kebalikannya 1/1 1/~ 1/~
Index di Bidang ABEF adalah 1 0 0


Sehingga pada sel satuan Kubus terdiri dari :
ABEF ( 100 ), tetapi CDGH ( 100 )
BCGF ( 010 ), tetapi ADHE ( 010 )
EFGH ( 001 ), tetapi ABCD ( 001 )

Index diatas dapat ditulis {100}. Index ini disebut INDEX MILLER.


Atas dasar penulisan index Miller, maka bidang geser Sel Satuan adalah :
Sel satuan BCC { 110 } Sel Satuan FCC { 111 }







Secara umum index Miller untuk system kubus dapat ditulis : { h, k, ℓ }

Besarnya harga D=a/√(h^2+k^2+l^2 )

Harga D dalam prakek dapat diukur melalui analisa DIFRAKSI SINAR X yang memenuhi hukum Bragg.
n = 2d sin , Dimana : n = Orde, (1,2,3 ------) dalam praktek dipiih 1
= Panjang gelombang x, dalam Å
= Sudut dating sinar X terhadap bidang sel satuan








KETIDAK SEMPURNAAN SUSUNAN ATOM
Ketidaksempurnaan Kristal (Crystal Defect).
Dalam praktek atom-atom tersebut kalanya tidak menempati tempat yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan :
Atom-atom dalam kedudukan tidak diam statis tapi dinamis, getarannya makin besar jika temperature meningkat. Akibat getaran yang makin besar ada kemungkinan atom-atom keluar dari tempat kedudukannya.
Pada proses penyusunan atom-atom (dari tidak teratur menjadi tertatur) misalnya dalam proses pembekuan atom (solidifikasi), laju pendinginan yang dialami oleh atom-atom lebih cepat dari yang diperkirakan, Sehingga tidak semua tempat kedudukan atom dapat diisi.
Dalam praktek jarang sekali atom-atom tersebut terdiri dari atom-atom sejenis, ada kalanya ada atom-atom asing yang terperangkap dalam susunan atom tersebut, sehingga diantaranya akan timbul interaksi, dan terjadi ketidakseimbangan gaya disekitar atom asing. Interaksi ini menyebabkan atom-atom berpindah posisi.

Dengan adanya cacat yang diakibatkan ke 3 hal tersebut, maka kekuatan logam turun drastis dari kekuatan teoritiknya. Karena disekitar bagian yang cacat tidak ada atom ditempat itu maka atom yang lain disekitarnya melakukan keseimbangan gaya, dan ini menghasilkan “Medan Tegangan” (Stress Field).


JENIS-JENIS CACAT KRISTAL
Cacat Titik (Point Defect)
Cacat Lowongan (vacancy)
Cacat Substitusi
Cacat Interstisi
















Cacat Garis
Disebut dengan Dislokasi, yaitu hilangnya 1 bagian/deretan atom pada sususan atom.

Disokasi garis ada 2 jenis :
Dislokasi Sisi (Edge dislocation)
Dislokasi Ulir (Screw dislocation)













Cacat Volume
Antara lain : Mikroporositas.























DIAGRAM FASA

Tinjau unsur A dan B.
Larutan padat (sifat lunak)
A + B
Senyawa (Sifat Keras)
Berupa : AB, AxB, ABx, AxBy

Jenis senyawa yang paling keras adalah seyawa unsur logam dengan Carbon. Senyawa ini disebut KARBIDA. Contoh : Senyawa Fe dengan C (Fe3C), disebut Karbida Besi.

Untuk melihat sifat logam dan paduannya dapat dianalisa dengan suatu diagram yang disebut DIAGRAM KESEIMBANGAN FASA / DIAGRAM FASA
Sesuai dengan jenis paduannya, Diagram Fasa terdiri dari :
Diagram Fasa Biner
Diagram Fasa Terner
Diagram Fasa Quarterner
Diagram ini menghubungkan temperatur, komposisi dan fasa-fasa dengan setimbang pada temperatur dan komposisi tertentu.


DIAGRAM FASA BINER


A ke B adalah garis komposisi.
Komposisi diyatakan dalam % berat atau % jumlah atom.





Jenis-jenis diagram Fasa Biner :
Diagram fasa yang menunjukkan kelarutan yang sempurna dalam keadaan Cair dan Padat.
Diagram fasa yang menunjukkan adanya kelarutan sempurna dalam keadan cair, dan larut Terbatas / sebagian dalam keadaan padat
Diagram fasa jenis ini terbagi 3, yaitu :
Memiliki reaksi fasa eutektik
Memiliki reaksi fasa peritektik
Memiliki senyawa.
Diagram fasa yang menunjukkan adanya kelarutan yang sempurna dalam keadaan Cair dan Tidak Larut sempurna dalam keadaan padat.
Catatan :
Yang dimaksud dengan Larut Sempurna
A + B  C ; Berarti A dan B larut satu sama lain
Sifat C yang dihasilkan tidak sama dengan sifat A maupun B, dan C berupa larutan Padat.

Yang dimaksud Larut Terbatas
A + B  A’ (ditulis α) ; B larut di A sebagian / terbatas
Sifat A’ sama dengan sifat A, tapi tidak sama dengan
sifat B.
A + B  B’ (ditulis β) ; A larut di B sebagian / terbatas
Sifat B’ sama dengan sifat B, tapi tidak sama dengan
sifat A.

A + B  A’/B’, ada batas kelarutan

A larut di B atau sebaliknya dapat menghasilkan laruan padat Subtitusi atau larutan padat Interstisi.
Syarat timbulnya kelarutan dalam keadaan padat adalah sbb :
Ditinjau dari aspek geometri, diameter atom (D) dan bentuk sel satuan.
Bila perbedaan diameter (D)
D > 15%  Larutan padat interstisi
D < 15%  Larutan padat substitusi
Bila  atom lebih kecil dari atom-atom pelarutnya, maka akan terbentuk larutan padat interstisi.
Bila sel satuan sejenis antara pelarut sejenis maka kecenderungan terjadinya larutan yang sempurna makin besar.
Jika sel satuan tidak sama maka ada 2 kemungkinan yaitu :
Larutan Terbatas
Tidak larut satu sama lain
Aspek valensi (berkaitan dengan jumlah electron kulit terluar)
Aspek Elektronegatifitas atau Positifitas.
Makin elektronegatifitas unsur yang dilarutkan, makin elektropositif unsur pelarut. Terdapat 2 kecenderungan :
Jika membentuk larutan padat, maka larutan tersebut tidak akan stabil
Jika tidak membentuk larutan padat, maka akan mebentuk senyawa.
Makin elektronegatif, berarti makin ke kanan dari Tabel Periodik, contoh : Fe dengan C, dan Fe dengan Si.
Si lebih elektronegatif dari Fe dibandingkan dengan C, sehingga Si mudah larut dalam Fe.

Makin FCC, makin larut sempurna

DIAGRAM FASA JENIS I



























Paduan akan mempunyai Temperatur : TcB < T Paduan < TcA

Pada diagram jenis I : Larutan sempurna dalam keadaan padat dan Larutan sempurna dalam keadaan cair. Maka fasa padat yang terbentuk akan berupa larutan Padat (Solid Solution)

Cara menggunakan Diagram Fasa Jenis I
Diagram fasa digunakan untuk memperkirakan “Struktur Mikro” yang diperoleh dari hasil proses pembekuan (Solidifikasi).
Struktur Mikro : Struktur logam/paduan yang dilihat melalui Teknik Mikrosofik yang berupa distribusi fasa-fasa, baik distribusi larutan padat, senyawa atau distribusi larutan padat dan senyawa.
Karena larutan padat bersifat lunak, senyawa bersifat keras maka jika diketahui distribusinya maka akan diketahui sifat mekaniknya.
Dengan mengetahui struktur mikro, berarti dapat diketahui sifat Mekanik.
Teknik mikroskofik untuk mengetahui struktur mikro disebut METALOGRAFI.
Untuk menggunakan diagram fasa pada proses solidifikasi diambil anggapan sbb :
Laju pendinginan dianggap sangat lambat
Proses transformasi yang terjadi dari fasa cair ke fasa padat berlangsung sempurna dengan mekanisme difusi.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses solidifikasi :
Waktu
Temperatur

Contoh :

Diketahui :
Paduan A dan B










Diagram Solidifikasi adalah sebagai berikut :

Titik  : 100 cair, dengan X% B






Titik  : Garis komposisi memotong garis liquidus.
Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.





Artinya : Diaram komposisi yang < X%, berarti fasa padat yang terjadi memiliki unsur-unsur yang lebih dominan karena TcA lebih tinggi.

Catatan : - Ditinjau dari struktur atom yang disebut inti adalah mulai terbentuknya susunan atom yang terkecil dalam ruang.


Titik  : Inti membesar.
Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.

Artinya : Proses solidifikasi berlangsung dari a ke b.
Berarti ada a yang keluar dan ada b yang masuk, sehingga inti membesar.

Untuk menghitung prosentase fasa-fasa yang terbentuk ditetapkan kaidah lengan (lever arm rule).

% Fasa Padat (FP) = (b-x)/(b-a) x 100%

% Fasa Cair (FC) = (x-a)/(b-a) x 100%


Titik  : Semua fasa Cair sudah bertransformasi ke fasa Padat
Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.



Batas butir terjadi akiba orientasi yang berbeda.


Jika orientasi sama diseluruh bagian disebut Kristas Tunggal (Single Crysal)
Dengan memperhatikan ukuran butir maka sifat mekanis paduan dapat diketahui dengan persamaan :
y = i + kd-1/2, dimana : i dan K = konstanta
d = diameter butir
# Makin halus butir berarti logam makin kuat
Struktur yang diperoleh dari diagram fasa ini disebut Diagram Fasa Tuggal, karena terdiri dari fasa-fasa yang sama.

Cara menghaluskan butir :
Memperbanyak laju pengintian dan memperkecil laju pertumbuhan
Melakukan proses perlakukan panas terhadap logam hasil pengerolan (pengerjaan dingin).

Dalam praktek, laju pendinginan pada saat proses solidifikasi, berangsung relative cepat, sehingga perubahan komposisi yang terjadi dari terbentuknya Inti sampai menjadi Padat berlangsung tidak sempurna. Hasilnya akan memiliki komposisi yang kurang Homogen, teorema ini disebut “SEGREGASI.
Segregasi dapat dihindari dengan proses perlakukan panas yang disebut “HOMOGENISASI”.
Secara teoritik pada saat inti fasa pada harus tumbuh, inti tersebut tumbuh sama besar ke semua arah sehingga dapat menghasilkan butir-butir yang homogeny. Butir seperti ini disebut “EQUIAKSIAL”.














































Pada Diagram fasa Fe-C, unsure Fe mengalami perubahan Sel-Satuan (SS) sebelum mencair.
T < 912 oC  Sel Satuan Fe = BCC
912 oC ~ 1350oC  Sel Satuan Fe = FCC
1350oC ~ 1535oC  Sel Satuan Fe = BCC
Unsur seperti ini (memiliki lebih dari 1 SS), disebut POLITROPI.
Jika perubahannya Reversible (bolak-balik) disebut ALOTROPI.
Akibat adanya perubahan sel-satuan ini maka jika Fe dipadukan dengan Carbon akan menghasilkan tingkat kelarutan yang berbeda-beda.

Pada saat Fe berada dibawah 912oC, kelarutan max C di Fe adalah 0,025% pada 723oC. Sedangkan pada saat Fe bersel-satuan FCC kelarutan C di Fe 0,8% pada 723oC dan 1,7% pada 1140oC.
C larut di Fe membentuk larutan padat Intertisi. Pada saat C larut di Fe pada temperatur dibawah 912oC, maka akan terbentuk fasa  (Ferrit). Pada saat Fe memiliki sel-satuan FCC dilaruti C maka terbentuk fasa  (Austenit).
Jika kadar C mencapai 6,67% maka akan terbentuk senyawa Fe dengan C (Fe3C) yang disebut Carbida Besi (Sementit).
Sifat Sementit dibandingkan dengan ,  dan  sangat keras dengan sel-satuan Orthorombic.

Dari diagram Fasa diperoleh 3 Jenis Reaksi Fasa :
Peritektik :  + L  
Eutektik : L   + Fe3C
+Fe3C, fasa padat Ledeburit
Eutektoid :    + Fe3C
+Fe3C, fasa padat Perlit
L = Liquid (cair)
 = Fasa Delta, adalah larutan padat, dimana C larut di Fe max 0,1% pada temperatur 1400oC dan membentuk reaksi fasa Peritektik
= Fasa Gama (Austenit), adalah larutan fasa padat, dimana C larut di Fe max 1,7% pada temperatur 1140oC dan membentuk reaksi fasa Eutekik.
= Fasa Alfa (Ferit), adalah larutan padat, dimana C larut di Fe max 0,025% pada temperatur 723oC dan membentuk reaksi fasa Eutektoid.
Fe3C= Carbida Besi (Sementit), adalah senyawa Fe dan C, dimana C larut di Fe mencapai 6,67%.

Memiliki senyawa yang sifatnya keras yaitu Fe3C sel-satuan adalah Orthorombik. % Fe3C meningkat dengan naiknya kadar C.

Dari diagram fasa diperoleh 2 jenis material teknik, yaitu:
Baja Karbon (Carbon Steel), kadar C max 1,7%
Besi Cor (Cast Iron), kadar C > 1,7 %

Dari diagram fasa, Baja Carbon dikelompokan menjadi :
Baja Carbon Hypo-Eutektoid (%C < 0,8%)
Baja Carbon Hyper-Eutektoid (0,8% < %C < 1,7%)

Atau dapat juga dikelompokan menjadi :
Baja Carbon Rendah (Low Carbon Steel) %C < 0,2%
Baja Carbon Sedang (Medium Carbon Steel) 0,2% < %C < 0,5%
Baja Carbon Tinggi (High Carbon Steel) 0,5% < %C < 1,7%

PEMBACAAN DIAGRAM FASA Fe-C.

(contoh 1) Baja Carbon dengan C sangat rendah
Proses Solidifikasi



Tahap-
100% cair






Tahap-
Terjadi pengintian fasa 







Tahap-
100% fasa padat 






Tahap-
Terjadi pengintian fasa padat  pada batas butir 








Tahap-
100% 







Tahap-
Terjadi pengintian fasa padat  pada batas butir 








Tahap-
100% 








Catatan : Baja seperti ini disebut Baja Feritik, Karena strukturnya
100% 







(contoh 2) Baja Carbon dengan C sangat rendah
Jika dibanding contoh 1, contoh 2 memiliki garis SOLVUS

Proses Solidifikasi



Tahap-
100% cair






Tahap-
Terjadi pengintian fasa 







Tahap-
100% fasa padat 






Tahap-
Terjadi pengintian fasa padat  pada batas butir 







Tahap-
100% 







Tahap-
Terjadi pengintian fasa padat  pada batas butir 







Tahap-
100% 






Tahap-
Terjadi pengintian Fe3C pada batas butir 






Tahap-
Fe3C Tumbuh pada batas butir 






Besarnya % Fe3C dapat dihitung dengan menggunakan “Kaidah Lengan”
Catatan : Baja Contoh-2 akan lebih keras dibandingkan dengan baja contoh-1, karena pada contoh-2 strukturnya mengandung Fe3C yang keras.
c. (contoh 3) Baja Carbon dengan 0,3% C

Proses Solidifikasi



Tahap-
100% cair






Tahap-
Terjadi pengintian fasa 







Tahap-
Garis transformasi memotong garis Peritektik, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa :







Tahap-1
Komposisi  dan L :
%  = (0,5-0,3)/(0,5-0,1) x 100%
%  = 50%
% L = 50%








Tahap-
100% 








Tahap-
Garis transformasi memotong garis Eutektoid, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa :







Tahap-1
 Tumbuh :
% 1 = (0,8-0,3)/(0,8-0,025) x 100%
% 1 = 62,5%
%  = 37,5%

Tahap-2
Fasa Cair berubah menjadi fasa padat, mengikui reaksi fasa Feritektik.
L +   
 dan L :
%  = (0,5-0,3)/(0,5-0,2) x 100%
%  = 66,67%
%L = 33,33%



Tahap-
Terjadi pengintian fasa padat  pada batas butir 



















Tahap-2
Fasa  berubah mengikuti Reaksi fasa Eutektoid :
   + Fe3C

%2 = (6,67-0,8)/(6,67-0,025) x 37,5 %
%2 = 32%
Fe3C = 5,5 %








Hasil Reaksi Eutektoid adalah  menjadi Marik, akhir tahap-2, strukturnya adalah :
1 = 62,5 %
2 = 32 %
Fe3C = 5,5 %

Catatan : Baja Contoh-2 akan lebih keras dibandingkan dengan baja contoh-1, karena pada contoh-2 strukturnya megandung Fe3C yang keras.





d. (contoh 4) Besi Cor dengan 3% C

Proses Solidifikasi





Tahap-
100% cair







Tahap-
Garis transformasi memotong garis Eutektik, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa :







Tahap-1
 tumbuh :
%  = (4,2-3,0)/(4,2-1,7) x 100%
% 1 = 48%
% L = 52%







Tahap-
Garis transformasi memotong garis Eutektoid, sehingga terjadi
2 tahap transformasi fasa :







Tahap-1
 tumbuh :
%  = (6,67-3,0)/(6,67-0,8) x 100%
%  = 62,5%
% Fe3C =37,5%








Tahap-
Terjadi pengintian fasa 
















Tahap-2
Fasa Cair berubah menjadi fasa padat, mengikui reaksi fasa Eutektik.
L   + Fe3C
% 2 = (6,67-4,2)/(6,67-1,7) x 52%
% 2 = 25,8%
%Fe3C = 26,2%











Tahap-2
Fasa  berubah mengikui reaksi fasa Eutektoidk.
   + Fe3C
%  = (6,67-0,8)/(6,67-0,05) x 62,5%
%  = 55,25%
%Fe3C = 7,29%








Kesimpulan :
Makin Tinggi Kadar Carbon pada baja akan makin Keras.


BESI COR (CAST IRON)

Paduan utama Bes Cor adalah Besin dan Carbon, dimana C min 1,7% dan max 6,67 %.

Karakteristik
DItinjau dari permukaan patah (surface fracture), besi cor ada 2 jenis :
Besi Cor Putih
Putih disebabkan karena semua C yang ada disamping larut ke Fe, juga membentuk Karbida Fe3C (sementit), sehingga pada besi cor putih tidak ada C bebas (grafit). Sifat besi cor putih sangat keras dan getas.

Besi Cor Kelabu
Kelabu karena terdapat karbon C bebas. Karbon bebas terjadi akibat C tidak larut ke Fe (tidak bersenyawa dengan Fe), hal ini karena adanya unsure Si (min1,2%).

Banyak sedikitnya Si sangat berpengaruh :
Jumlah Karbon C bebas (grafit)
Struktr Matrik
Fe3C  Fe + C
Catatan : Besi Cor Putih dapat dibuat menjadi besi cor kelabu, yaitu dengan di temper, disebut dengan besi cor Maleable



Ditinjau dari Grafit (C bebas), besi cor terdiri dari :

Besi Cor Kelabu bergrafit Serpih
Besi Cor ini sangat baik dalam menahan getaran, kerena itu banyak digunakan sebagai bahan body mesin dan industry perkakas.

Besi Cor Kelabu bergrafit Bulat (Nodular)
Besi Cor ini diperoleh dengan proses Austemper. Banyak digunakan dalam proses industry otomotif, seperti poros engkol, batang hubung dll.















MENGUBAH SIFAT MEKANIK BAJA KARBON

Sifat mekanik Baja Karbon dapat dirubah, jika struktur mikronya dapat diubah. Untuk mengubah Struktur Mikro dapat dilakukan dengan cara PERLAKUKAN PANAS (HEAT TREATMENT).

 Proses Perlakuan Panas adalah suatu proses untuk mengubah Struktur Mikro, dimana komposisi bahan tetap.
Proses Perlakukan Panas dilaksanakan dengan cara memberi pemanasan dan pendinginan, sehingga struktur mikro bahan berubah.


CARA MENGUBAH STRUKTUR MIKRO
Baja Carbon didefinisikan sebagai paduan Besi dan Carbon dengan kandungan C max 1,7%. (Diagram fasa Fe-C)
Tinjau Diagram Fasa Fe-C

Untuk maksud Perlakukan Panas beberapa garis Solvus ditandai dengan A1, A3, A13 dan Acm .
Ditinjau dari kadar Carbon, Baja Karbon terdiri dari :
Baja Karbon Hypo Eutektoid (C < 0,8%)
Baja Karbon Hyper Eutektoid (C > 0,8%)

Untuk proses Heat Treatment, maka proses pemanasannya sangat tergantung pada jenis baja.

Baja HYPO EUTEKTOID
Tp = garis A3 + 100oC

Baja HYPER EUTKTOID
Tp = garis A13 + 100oC atau
Tp = garis Acm + 100oC
Pemilihan Tp, tergantung pada tujuan akhir.
Dikeraskan : Tp = garis A13 + 100 oC
Dilunakkan : Tp = garis Acm + 100 oC

Jika diperhatikan Tp (temperatur pemanasan) masuk ke daerah Austenit, sehingga Tp disebut T (temperatur Austenit).

Pada proses pemanasan, temperatur harus homogen diseluruh benda kerja, sehingga diperlukan waktu pemanasan (Holding Time / Exposure Time).

Lamanya pemanasan sangat tergantung pada :
Dimensi benda Kerja
Panas jenis bahan.

Note : Perlakukan Panas tidak pernah sampai Cair.


Dari diagram fasa, pada T berada pada daerah fasa padat Austenit (), sehingga jika  didinginkan perlahan-lahan (solidifikasi) diperoleh :
   + Fe3C
Mekanisme transformasi dari    +Fe3C adalah DIFUSI.
   + Fe3C
0,8 0,025 6,67

Ingat : , ,  = larutan padat
Fe3C = Senyawa.



Sementit (Fe3C) terbentuk terlebih dahulu.

Difusi adalah perpindahan atom dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dalam hal ini yang mengalami difusi ini adalah C (carbon).
 menjadi  + Fe3C melalui suatu kecepatan pendingian perlahan-lahan (kecepatan pendinginan yang lambat).
Dalam praktek kecepatan pendinginan yang lambat dapat dicapai melalui : 1. Pendinginan dalam tungku (Anneal)
Pendinginan udara. (Normalizing)

Baja yang di Anneal atau Normalizing hasilnya adalah Lunak.
Sehingga proses Anneal dan Normalizing disebut dengan Proses Pelunakan (Softening Proceses).

Proses Anneal waktu pendinginannya lebih lambat dibanding proses Normalizing, sehingga Struktur Mikro hasil Anneal akan lebih kasar dan lebih lunak dari pada hasil Normalizing.


Jika Austenit () didinginkan dengan cepat, maka akan diperoleh fasa baru MARTENSIT :
  M
Sifat Martensit : KERAS.

Pendinginan yang cepat disebut QUENCH (sepuh).
Pelaksanaan pendinginan yang cepat adalah dengan mencelupkan baja panas (Temperatur Austenit), ke dalam media pendingin (Air, Brine, atau Oli).

Ukuran kecepatan pendinginan dari suatu medium pendingin dinyatakan dengan harga Severity of Quench.

Pada proses difusi, faktor yang berpengaruh adalah T dan C.
Dengan demikian mekanisme  menjadi M (  M), adalah bukan difusi. Mekanisme   M adalah GESER, melalui Bidang Geser.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar